NUNUKAN – Anggota DPRD Nunukan menuai kritik tajam dari pemuda setempat, Fahry Krisna Alchantara, setelah mengeluarkan pernyataan yang meminta aparat penegak hukum tidak menangkap petani pengguna pupuk asal Malaysia yang diduga ilegal. Fahry menilai sikap tersebut menyesatkan publik, melemahkan penegakan hukum, dan berpotensi membuka ruang penyelundupan di wilayah perbatasan.
“Pernyataan seperti itu sangat berbahaya. DPRD seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum, bukan justru meminta aparat tutup mata atas pelanggaran dengan alasan keterbatasan pupuk,” tegas Fahry Pemuda Nunukan, Sabtu (05/07/2025).
Fahry menekankan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, setiap barang yang dimasukkan ke wilayah Indonesia wajib mendapat izin dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 102 huruf (a) UU Kepabeanan menegaskan bahwa penyelundupan barang adalah tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Menurut Bung Fahry sapaan akrabnya, alasan “kepentingan petani” tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melegalkan aktivitas ilegal. Hal ini justru berpotensi menjadikan petani sebagai tameng bagi oknum penyelundup yang selama ini bermain di wilayah perbatasan.
“Saya mendukung penuh langkah Polri menegakkan aturan. Kalau aparat diminta diam, ini justru akan merusak sistem dan membuka ruang penyelundupan lebih besar dengan memakai nama petani,” lanjutnya.
Bung Fahry juga menekankan jika keterbatasan pupuk menjadi masalah, DPRD semestinya mendorong penambahan kuota pupuk subsidi dan perbaikan distribusi, bukan meminta pelanggaran hukum dilegalkan.
“DPRD seharusnya bekerja memperjuangkan anggaran, kebijakan distribusi pupuk, dan pengawasan yang adil agar petani tidak terjebak membeli pupuk ilegal. Bukan malah menyeret aparat ke dalam polemik untuk menutup mata pada pelanggaran hukum,” tegas Bung Fahry.
Bung Fahry menilai statemen DPRD ini bisa menjadi preseden buruk, melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, dan menjadikan hukum sekadar formalitas di wilayah perbatasan.
“Kalau DPRD serius peduli petani, selesaikan akar masalah pupuk, bukan meminta hukum diabaikan. Negara tidak boleh kalah hanya karena tekanan opini. Kami akan terus mengawal agar penegakan hukum berjalan, dan petani tetap dilindungi dengan kebijakan yang adil,” tutup Bung Fahry.